Sudahkah Guru Memetakan Kebutuhan Belajar Siswa?
Oleh Feri Irawan, S.Si,M.Pd
Kepala SMK Negeri 1 Jeunieb
Apakah selama ini guru pernah melakukan pemetaan kebutuhan belajar siswa sebelum memulai pembelajaran di kelas? Jawabannya, sebagian guru mungkin pernah melakukan dan sebagian juga belum pernah melakukan pemetaan kebutuhan belajar siswa. Seharusnya guru harus mampu membuat pemetaan kebutuhan belajar siswa di kelas.
Berdasarkankan pemetaan itulah guru mengintegrasikannya kedalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sehingga kebutuhan belajar siswa tercapai. Namun pemetaan ini harus bisa mencapai tujuan pembelajaran. Dalam RPP juga harus memuat instrumen penilaian sesuai dengan kebutuhan belajar siswa. Sehingga itu menjadi acuan dalam melakukan penilain ketercapaian tujuan pembelajaran.
Seberapa pentingkah pemetaan kebutuhan belajar siswa? Untuk mengetahui kesiapan siswa dalam menerima materi pembelajaran terhadap materi yang akan diajarkan, maka melakukan pemetaan sebelum memulai pembelajaran dikelas sangatlah penting. Hal ini sangat berguna bagi guru untuk menentukan rancangan proses pembelajaran yang paling sesuai bagi siswa di kelas mengingat kebutuhan dan potensi siswa di kelas dalam belajar sangat heterogen.
Lalu bagaimana memetakan kebutuhan belajar siswa? Menurut Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menjelaskan bahwa guru dapat mengkategorikan kebutuhan belajar siswa berdasarkan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar (gaya belajar). Pemetaan bisa dilakukan melalui wawancara, observasi, atau survey menggunakan angket, dll.
Lalu, bagaimana kebutuhan belajar siswa berdasarkan kesiapan belajar? Sebagai ilustrasi, andaikan banyaknya siswa dalam kelas tigapuluhdua orang, maka berdasarkan kesiapan belajar guru pembelajaran Bahasa Indonesia membagi siswa dalam tiga kategori, yaitu kategori siswa yang mampu mengkomunikasikan peristiwa yang terjadi di sekitar lingkungan dengan menggunakan panduan 5W+1H, kategori siswa yang dapat mengkomunikasikan peristiwa yang terjadi di sekitar lingkungan tetapi belum secara terstruktur, dan kategori siswa yang belum mampu mengkomunikasikan peristiwa yang terjadi di sekitar lingkungan dengan menggunakan panduan 5W+1H. Dengan demikian, guru tersebut harus merancang proses pembelajaran sesuai dengan tiga kategori tersebut, bukan mengajar dengan menggunakan tiga puluh dua cara yang berbeda berdasarkan jumlah siswa.
Selanjutnya berdasarkan minat belajarnya, guru dapat memberikan pilihan kepada siswanya untuk belajar sesuai dengan minatnya. Sebagai contoh, guru bahasa Indonesia mengarahkan siswa untuk menghasilkan produk berupa laporan sebuah tayangan media sebagai bentuk pencapaian tujuan pembelajaran yang disesuaikan dengan minat belajar siswa masing-masing. Siswa diberikan kebebasan dalam belajar. Ada siswa yang minatnya membuat laporan tentang isi tayangan berita menjadi sebuah teks berita beserta cara membawakan berita. Ada siswa yang jago membuat laporan tentang isi tayangan drama dari media televisi maupun media informasi lainnya menjadi sebuah teks drama serta cara memerankannya. Mungkin juga ada siswa yang lebih suka membuat laporan tentang bagaimana cara membuat teks iklan, poster dan slogan.
Demikian juga berdasarkan gaya belajar. Tidak semua siswa memiliki gaya belajar yang sama, Saat mempelajari hal baru, ada siswa lebih mudah mengerti dan memahaminya dengan gaya belajar visual. Ada siswa dengan gaya belajar auditori sangat mengandalkan pendengaran sebagai penerima informasi dan pengetahuan. Siswa dengan tipe belajar ini tidak memiliki masalah dengan tampilan visual saat mengajar, yang penting bagi mereka adalah mendengarkan penjelasan guru dengan baik dan jelas. Tidak heran jika tipe siswa auditori biasanya peka dan hafal dari setiap ucapan yang pernah didengar bukan dari apa yang dilihat.
Berikutnya, ada siswa yang merasa lebih mudah mempelajari sesuatu dengan kombinasi membaca, mendengar, dan juga mempraktikkannya (tipe kinestetik). Siswa tipe kinestetik biasanya tidak betah diam di kelas. Ada siswa yang suka belajar dengan suasana yang tenang, ada siswa yang suka belajar sambil mendengarkan musik, ada siswa yang nyaman belajar sambil praktek, dan ada pula siswa yang dapat belajar cukup dengan membaca buku saja. Dengan gaya belajar yang berbeda-beda ini, maka setiap siswa memiliki cara belajar efektif yang berbeda pula.
Differentiated learning (pembelajaran berdiferensiasi)
Lantas apa itu pembelajaran berdiferensiasi? Pembelajaran berdiferensiasi merupakan proses pembelajaran yang dilakukan di kelas dengan menyesuaikan keragaman kebutuhan belajar siswa. Seperti contoh yang sudah dijelaskan diatas, disana terdapat tiga kategori besar kesiapan siswa dalam menerima materi pembelajaran. Jadi, guru tersebut harus merancang proses pembelajaran sesuai dengan tiga kategori tersebut.
Dalam pembelajaran berdiferensiasi ada tiga pendekatan yang dapat diterapkan guru di semua ruang kelas. Pertama diferensiasi konten yang menekankan pada apa yang dipelajari siswa. Guru harus mampu memetakan konten yang diajarkan pada siswa dengan mempertimbangkan kesiapan belajar, minat, profil belajar siswa atau kombinasi dari ketiga pendekatan tersebut.
Aspek kesiapan belajar tidak berhubungan dengan tingkat intelektualitas siswa tetapi lebih kepada persiapan atau informasi seberapa besar pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki siswa sebelum diajarkan pengetahuan atau keterampilan baru. Melalui kesiapan belajar siswa maka memudahkan guru dalam memetakan konten materi yang akan diberikan pada siswa, agar bisa menerimanya dengan baik.
Aspek minat menjadi salah satu motivator bagi siswa untuk terus belajar dan terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Guru bisa menggabungkan minat siswa dengan pelajaran yang akan diajarkan. Dengan menjaga minat siswa maka dapat meningkatkan kinerja dan semangat belajar siswa. Setiap siswa pasti memiliki minat masing-masing dan berbeda satu sama lain
Berdasarkan aspek profil belajar siswa, guru bisa melakukan pendekatan mengajar yang bervariasi dan memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar secara efisien.
Kedua diferensiasi proses, dimana guru perlu memahami apakah siswa belajar secara mandiri atau berkelompok, apa saja kebutuhan siswa selama proses pembelajaran, materi apa yang akan dipelajari siswa, bantuan seperti apa yang akan guru berikan, siapa yang membutuhkan bantuan, dan berapa banyak bantuan yang akan guru berikan. Hal tersebut menjadi pertimbangan dalam merencanakan kegiatan pembelajaran.
Ketiga diferensiasi produk dengan menunjukkan hasil pekerjaan atau project. Pekerjaan atau project bisa berupa tulisan, pertunjukan, diagram, karangan, hasil tes, presentasi, pidato, diagram, dan lainnya. Penugasan produk bisa dilakukan secara individual atau kelompok dan memperluas apa yang sudah dipelajari dalam periode waktu tertentu. Pastikan produk sesuai dengan materi pembelajaran, tujuan pembelajaran dan menunjukkan pemahaman siswa.
Dengan membedakan ketiga aspek ini, guru mampu menawarkan pendekatan berbeda terhadap apa yang dipelajari siswa, bagaimana mereka mempelajarinya, dan bagaimana mereka menunjukkan apa yang telah mereka pelajari. Demikian ulasan singkat terkait pemetaan kebutuhan belajar siswa semoga bermanfaat. (ferifodic78@gmail.com)
Opini ini sudah pernah dipublikasikan di https://www.ajnn.net/news/sudahkah-guru-memetakan-kebutuhan-belajar-siswa/index.html (17 November 2022)
Posting Komentar untuk "Sudahkah Guru Memetakan Kebutuhan Belajar Siswa?"