Tingkatkan Level Literasi, Guru dan Tendik SMKN 1 Jeunieb Menulis Artikel di Media
Tak bisa dipungkiri, sampai saat ini komitmen guru untu menulis artikel baik di media massa ataupun karya ilmiah masih belum menunjukkan hasil signifikan. Simak saja, berbagai opini pendidikan di berbagai media massa masih didominasi oleh non guru.
Sebenarnya menulis di media itu tidak terlalu sulit. Kuncinya adalah mempelajari, mengenali, dan memahami karakteristik suatu media berkaitsn dengan tulisan yang akan dititipkan untuk dipublikasikan. Bahkan penting untuk dipahami kebijkan redaksional menyangkut arah opini yang dimunculkan.
Seorang penulis bukanlah bertanding melawan orang lain. Yang perlu ditaklukkan adalah dirinya sendiri yang tidak mampu menyisihkan waktu untuk duduk menulis, yang mudah putus asa ketika tulisannya ditolak oleh media, yang cepat puas diri dengan satu karya sehingga lupa untuk menulis lagi, yang menghitung-hitung honorarium kecil pada saat tulisan telah dimuat. Itu semua berupa tantangan yang berasal dari dalam diri.
Selain itu apabila guru sudah berhasil menunjukkan bukti konkret tulisannya dapat dipublikasikan akan dapat menjadi parameter keteladanan. Sebagaimana diketahui yang diinginkan peserta didik sekarang adalah bukti konkret dari yang diajarkan gurunya. Bila gurunya mengharuskan peserta didik menulis, tentunya gurunya juga harus sudah mengawali terlebih dahulu. Keteladanan menjadi unsur awal yang dapat memicu lahirnya perilaku berkarakter sebagaimana ingin ditanamkan dalam diri individu sesuai dengan tujuan lembaga pendidikan.
Deskripsi diatas itulah yang disampaikan kepala SMKN 1 Jeunieb setiap ada kesempatan baik ketika apel pagi, rapat terbatas, rapat umum, maupun di sela-sela kegiatan lainnya di sekolah. Demikianlah, setiap ada waktu terus memotivasi guru dan tendik, bahkan siswa untuk menulis, apapun itu. Dan kini hasilnya sudah terlihat, Tuti Alawiyah, S. Pi, MM guru Agribisnis Pengolahan Air Tawar (APAT) juga penggerak dengan judul opini "Peran Agitator Pasif?", sudah di muat di Surat Kabar WASPADA, Selasa (5/9).
Selanjutnya Helmiza, A. Md tenaga kependidikan, opininya yang berjudul "Pendidikan Holistik dan Tugas Pokok Guru", sudah dimuat di Surat Kabar Harian Analisa, Sabtu (2/9). Artikelnya dengan judul "Menciptakan Link and Match Program TeFa di SMK dengan Dunia Usaha", juga telah tayang di Surat Kabar Serambi Indonesia, Senin (22/7).
Tak ketinggalan puluhan opini kepala sekolah (kepsek) juga telah tayang di berbagai media massa baik cetak maupun online, diantaranya AJNN, Acehonline, Thejurnal, Komparatif, Dialeksis, Serambi Indonesia, Waspada, dan Harian Analisa.
Teranyar, opini kepsek yang berjudul "Menjadikan Sekolah Wisata Pendidikan", muat di Harian Analisa, Senin (22/8) dan artikel "Pendidikan Tanpa Kemerdekaan", muat di Surat Kabar WASPADA, Kamis (31/8).
Menyebarluaskan Gagasan
Menulis opini adalah menyebarluaskan gagasan. Seseorang mentransfer ide dan gagasannya ke ruang publik melalui tulisan. Dia memasuki ranah publik, berusaha memengaruhi publik, dan gagasannya diterima atau diperdebatkan.
Menulis opini sesungguhnya mengasah otak, menajamkan pikiran, dan menantang munculnya ide-ide baru. Yang juga penting, menulis opini sama halnya dengan menantang pendapat orang dengan argumentasi yang siap diperdebatkan. Menulis opini berarti memberikan wawasan dan pengetahuan untuk orang lain. Karenanya, menulis opini mestinya dilakukan dengan hati, kesukacitaan, kegembiraan membagi gagasan serta ilmu pengetahuan.
Hampir semua media massa menyediakan rubrik opini. Topik yang dimuat beraneka ragam. Bisa soal masalah sosial, politik, agama, pertanian, perkebunan, kesehatan, pertambangan, hukum, pendidikan dan lain sebagainya.
Media mengungkapkan gagasan, pun semakin tak terbatas. Berkembangnya kemajuan teknologi membuat wadah berbagi gagasan semakin luas. Tidak hanya melalui media massa saja. Ada berbagai cara yang lebih modern, antara lain blog, dan beragam media sosial yang telah menjadi bagian keseharian manusia.
Ide dan Gagasan
Inilah barang termahal yang dimiliki penulis, siapa pun penulis itu. Ide bisa tumbuh dari mana pun. Penulis yang terlatih tidak pernah kehabisan ide untuk menulis opini. Gagasan bisa muncul di mana pun, dan kapan pun.
Misalnya, seorang penulis membaca sebuah berita tentang perkembangan dunia pendidikan yang sarat dengan beragam perubahan, seperti perubahan kurikulum, kebijakan yang kadang tidak populis dari para pemangku kepentingan, maka si penulis serta merta menjadikannya sebagai ide dan gagasan opini yang akan ditulis. Berbagai sumber dikumpulkan dan dijadikan referensi ilmiah untuk mendukung pendapat-pendapat yang diketengahkannya pada publik. Lalu, lahirlah sebuah argumen baru dari seorang penulis opini.
Penulis Fajar Mubariq
Editor Rizki Adisty
Posting Komentar untuk "Tingkatkan Level Literasi, Guru dan Tendik SMKN 1 Jeunieb Menulis Artikel di Media"